Jakarta,-siaranpost.id-Para calon Pejabat Pembuat Akta Tanah [PPAT] untuk kesekian kalinya telah menjadi korban ketidakprofesionalan panitia ujian Kementerian ATR /BPN.
Sangat miris sekali, Surat Keterangan Lulus [SKL] yang menjadi hak mereka tidak dikeluarkan, padahal sebanyak 1140 peserta yang lulus memiliki nilai ambang batas minimal 80. Sudah memenuhi syarat, tapi kenapa tidak dikeluarkan SKL nya ???.
Hal ini merujuk pada ketentuan telah di laksanakan nya ujian PPAT tahun 2024, sebagaimana pengumuman Direktur Pengaturan Tanah Komersil Hubungan Kelembagaan dan PPAT Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR / BPN Nomor 3/peng-400 20 HR. 03/XI/2024 tanggal 29 November 2024, Tentang Pelaksanaan Ujian Berbayar PPAT Tahun 2024 terkait Pengumuman Nomor 4/ Peng-400.20.HR.03/XII/2024 tanggal 27 Desember 2024 tentang Penetapan Hasil Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah Tahun 2024. Ada permainan apa ini sebenarnya ???.
Dari tahun ke tahun persoalan ini terus berulang.Jika alasan tidak tersedianya formasi/wilayah kerja, ini alasan yang dibuat – buat dan mencederai prinsip-prinsip transparansi. Persoalan SKL ini sudah berulang kali terjadi hampir setiap tahun. Peserta ujian tahun 2022 juga menggugat untuk dikeluarkan nya Surat Keterangan Lulus. Bahkan Keputusan Banding dimenangkan peserta Ujian tahun 2022 dengan amar putusan , :
1. Mengabulkan gugatan para pembanding.
2. Menyatakan batal tindakan administrasi Pemerintahan terbanding yang tidak menerbitkan Surat Keterangan Lulus (SKL).
3. Mewajibkan Pemerintah menerbitkan Surat Keterangan Lulus (SKL) ujian yang berlaku selama 5 tahun dan tidak menerapkan pengaturan formasi PPAT wilayah kerja.
Sudah menang di Tingkat Banding akan tetapi kenapa ambisi dari Kementerian ATR / BPN untuk menghambat anak-anak bangsa untuk mendapatkan Surat Keterangan Lulus di lakukan upaya Hukum Kasasi oleh Kementerian .
Hal ini mencederai Visi Misi Asta Cita Prabowo-Gibran meningkatkan lapangan kerja, seharusnya Kementerian ATR/BPN membuka formasi wilayah kerja seluas-luasnya di seluruh Indonesia tanpa pembatasan formasi PPAT. Ribuan peserta itu sudah berupaya keras lulus dari bangku Universitas dan merantau ke Ibukota dan berhasil lolos seleksi ujian Kementerian ATR/BPN. Namun, begitu saja Pemerintah mengabaikan nasib mereka. Tidak ada kepastian hukum, mereka sudah tanya berulang-ulang PPN tetap tidak ada kepastian hukum. Pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN seharusnya memberi kepastian hukum, negara ini negara hukum.
Kenapa Kementerian ATR/BPN melaksanakan ujian kalau memang tidak memberikan bukti kelulusan nya ???.
Jika persoalan SKL ini dibiarkan dan tetap abai, akan menciptakan persoalan baru dan bukan tidak mungkin akan muncul mafia-mafia tanah. Padahal sudah jelas dan terang benderang, dalam Permen ATR/BPN Nomor 20 Tahun 2018 pada Pasal 12 ayat (2) menyatakan, bahwa peserta yang telah lulus ujian PPAT berhak mendapatkan Surat Keterangan Lulus ujian sebagai syarat.
Sehingga dengan tidak diberikannya Surat Keterangan Lulus yang berlaku selama 5 tahun, ditambah dibuka formasi atau wilayah kerja yang seluas-luasnya tanpa pembatasan formasi PPAT serta peningkatan kualitas, maka Kementerian ATR/BPN RI telah melanggar aturan yang ada di dalam PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang perubahan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Permen ATR/BPN RI Nomor 20 Tahun 2018.
Kami mohon kepada Menteri Nusron Wahid pada Kementerian ATR /BPN Republik Indonesia untuk membantu memberikan rasa keadilan kepada 1140 orang peserta calon PPAT di seluruh Indonesia yang sudah bersusah payah dari pelosok negeri untuk mengikuti ujian, namun setelah lulus Passing Grade nilai 80 lebih tidak bisa mendapatkan Surat Keterangan Lulus sebagai mana ujian sebelum nya, dikarenakan kebijakan aturan panitia yang ugal-ugalan.
Kementrian ATR/BPN khususnya panitia ujian PPAT 2024 yang tidak memberikan Surat Keterangan Lulus kepada 1140 peserta meski telah lulus nilai atas ambang batas, dengan alasan tidak tersedia formasi atau wilayah kerja ini kebijakan yang keliru dan tidak adil serta semena-mena.Kami meminta kepada Menteri Kepala ATR/BPN Republik Indonesia agar meninjau ulang keputusan panitia yang tidak memberikan Surat Keterangan Lulus bagi peserta ujian yang sudah lulus Passing Grade atau ambang batas 80, sedangkan miris setiap kali ujian peserta diwajibkan membayar uang ujian sebesar Rp. 1.000.000 ,- ini memberatkan. Padahal setelah lulus PPAT pun mereka para PPAT tidak digaji oleh Kementerian, honorarium kepada PPAT pun tidak berasal dari Kementerian ATR/BPN tapi dari masyarakat yang membutuhkan jasa PPAT. Dan perlu dicatat, peserta setelah lulus PPAT masih harus berjuang mempersiapkan biaya dalam menunjang pembukaan kantor dan menjalankan kegiatan operasionalnya sendiri tanpa peran ataupun pendanaan dari Kementerian dan tentunya PPAT justru memiliki peran dalam menunjang peningkatan pemasukan dana ke kas negara.
PPAT ini justru yang akan berfungsi untuk meningkatkan uang pemasukan ke negara dan melayani masyarakat dalam bidang pendaftaran tanah.(Red)